Sepatu lukis Nightmare Before Christmas milik saya yang usianya sudah tiga tahun |
"Ares!" Sebuah kepala menoleh.
"Jam dua nanti kamu ngeliput pembukaan FLS2N1 di
Taman Budaya ya!"
Seseorang yang dipanggil Ares
itu nyengir kuda.
"Saya sekalian reuni boleh ya, Bos?" katanya sembari membenarkan
jilbab hijau mudanya yang mulai berantakan.
"Kamu ke sana bukan untuk reuni,
Nona. Tapi kerja. Bedakan dong."
"Kan sambil menyelam minum air,
Bos," kata Ares. Sebelah tangannya terulur ke bawah meja di kubikel
kecilnya. Tak lama, sebelah tangan itu menjepit sebuah benda berwarna putih
dengan hiasan tokoh fiksi Nightmare
Before Christmas. Tangannya terangkat, mengamati benda putih yang tak bisa
dikatakan putih lagi.
"Yah, aku lupa nyuci sepatu ini," keluhnya
sembari menatap benda di tangannya itu. Pipinya mengembung. Sebelah tangannya
bertengger di atas meja, menopang dagunya. Bos menatapnya geli.
"Res, itu sepatu sejak zaman kamu
baru kenal saya sampai kamu mau masuk kuliah gak pernah kamu ganti-ganti. Kasihan
sepatunya sudah bulukan begitu. Mana gak kamu cuci pula. Res, Res,
kamu gak malu apa, pake sepatu butut
begitu? Bau pula."
Ares mendelik, "Ini sepatu penuh
sejarah lho, Bos! Ini pemberian kaa-san2." Bos menatapnya
dengan sebelah tangan menutupi mulutnya. Terlihat sekali pemimpin redaksi itu
berusaha keras untuk tidak menertawakan anak buahnya.
“Susah punya pimred kayak Bos. Sudahlah
Bos, saya cabut ke Taman Budaya dulu.” Sebuah tas kamera sudah tergantung di
pundak kanannya. Sepatu yang terlihat uzur itu sudah bertengger manis di
kakinya.
“Saya tunggu tulisan kamu sebelum jam
empat ya, Ares! GPL, gak pake lama!” Ares nyengir sambil berlalu meninggalkan
bosnya yang sudah ia anggap saudara.
***
“Ares, otanjyoubi omedetou gozaimasu3! Sekarang kamu sudah SMA, ne4? Kaa-san punya hadiah untuk
kamu.” Wajah Ares sumingrah. Sebuah kue tart berbentuk kamera dengan lilin yang
menyala serta sebuah kotak kado terletak di depannya.
“Arigatou5 Kaa-san, Ayah, seharusnya
tidak perlu ada perayaan kan?Aku kan sudah enam belas tahun.”
“Kaa-sanmu
bersikeras mengadakan pesta kecil-kecilan. Lagipula, hanya kita bertiga.
Bukalah kadomu, Antares.” Dengan semangat, Ares merobek kertas yang membungkus
kadonya. Sebuah kartu menyembul dari balik kertas tersebut, diatas sebuah benda
yang dibungkus kertas putih.
“Ah!
Sepatu lukis! Kaa-san pasti melihat wishlist yang aku tempel di kamar. Ah, Kaa-san curang!” Pipinya menggembung, pura-pura
merajuk.
“Habisnya
Kaa-san bingung mau kasih kamu kado apa. Masa Kaa-san
kasih kamu buku lagi? Itu lemari bukumu
sudah penuh sesak semua.”
“Yah,
daripada buku,” cengir Ares. “Domo arigatou6 Kaa-san!”
***
Sebuah kaki yang terbalut sepatu putih
kusam dengan hiasan Nightmare Before
Christmas melangkah memasuki Teater Tertutup Taman Budaya Sumatera Barat.
Samar-samar terdengar suara saling bersahutan. Lantunan sajak menggema di
ruangan besar yang tak terlalu dipenuhi pengunjung. Pemilik kaki itu menjelajah, memotret para
penyair muda yang tengah bersajak dari berbagai sisi.
“Mbak, maaf.” Sebuah tepukan membuyarkan
konsentrasi meliput Ares.
“Ya?”
“Sepatu mbak solnya hampir lepas.”
Refleks, Ares melihat sepatunya.
Sepatu
ini memang butuh reparasi,
keluhnya
435 kata (diluar keterangan)
Keterangan:
1. FLS2N: Festival Lomba Seni Siswa Nasional, adalah lomba kesenian tahunan untuk pelajar SD, SMP, dan SMA (biasanya dibagi berdasarkan jenjang pendidikan) yang diadakan setiap pertengahan semester dua
2. Kaa-san: ibu, bentuk lain dari okaa-san
3. Otanjyoubi omedetou gozaimasu: selamat ulang tahun
4. Ne: secara harfiah berarti 'ya', biasa digunakan dalam percakapan informal
5. Arigatou: terima kasih
6. Domo arigatou: bentuk formal dari arigatou
So, ares ini dari keluarga jepang? Kenapa manggil ayah biasa aja, trus manggil ibu dg kaa-san?
BalasHapusWalo tanpa konflik, tapi gue suka, karna gue bisa belajar kosakata jepang di sini! Thanks ea... ;-)
Blasteran Indonesia-Jepang. Paman saya yang keturunan Indo-Jepang memanggil orangtuanya begitu, jadi saya pikir mungkin anak-anak blasteran Indo-Jepang memang begitu :D
Hapussebenarnya yang mau diceritain apa sih? kok seperti nggak ada tujuan? Atau cerita yang menggantung belum ada kejelasan.
BalasHapusSaya menulis ngalir saja, tidak pernah terpikirkan membuat konflik yang benar-benar tergambar. Sudah kebiasaan :D
HapusJadi, kesimpulan akhir dari cerpen saya serahkan kepada pembaca :D
suka.. mantapp win..
BalasHapusmsh ingat abng?
BANG TAUFIIIIIIIIIIIKKKK >.<
Hapusmasih bang :)